
Info Segmen Podcast Harian – Dalam upaya memperketat kebijakan perdagangannya, mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menunjukkan sikap keras terhadap China dengan memberlakukan tarif impor baru mencapai 145% pada produk tertentu. Langkah ini dinilai sebagai bagian dari strategi Trump untuk melindungi industri domestik sekaligus menekan praktik perdagangan yang dianggap tidak adil dari Beijing. Trump belum puas hajar China—meskipun sebelumnya telah menerapkan berbagai sanksi dan tarif selama masa pemerintahannya, ia terus mendorong kebijakan yang lebih agresif.
Keputusan ini tidak hanya berpotensi memicu ketegangan dagang baru antara dua ekonomi terbesar dunia tetapi juga menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap stabilitas pasar global. Trump belum puas hajar China, dan kebijakan terbaru ini semakin memperuncing persaingan AS-China. Analisis lebih lanjut diperlukan untuk memahami implikasi kebijakan ini, baik dari sisi politik maupun ekonomi, dalam konteks persaingan AS-China yang semakin sengit.
Latar Belakang: Trump dan Kebijakan Anti-China

Selama masa jabatannya sebagai presiden, Trump menerapkan kebijakan tarif yang cukup tinggi terhadap berbagai produk asal China, mencakup sektor-sektor seperti baja, aluminium, dan barang elektronik. Trump belum puas hajar China dan kebijakan ini didasarkan pada tuduhan adanya praktik perdagangan yang tidak adil, yang meliputi dukungan pemerintah China terhadap industri domestik serta pencurian kekayaan intelektual yang berasal dari Amerika Serikat.
Meskipun Trump tidak lagi menjabat sebagai presiden, ia masih aktif mengkritik China. Trump belum puas hajar China dan terus menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap kebijakan Beijing. Dalam beberapa pidato terakhirnya, ia menegaskan bahwa “China merupakan ancaman terbesar bagi perekonomian Amerika” dan berkomitmen untuk menerapkan tarif yang lebih tinggi jika ia kembali terpilih di masa mendatang.
Tarif 145%: Sasaran dan Dampak Potensial

Baru-baru ini, Trump mengungkapkan dukungannya untuk menerapkan tarif yang bisa mencapai 145% pada impor kendaraan listrik (EV) dan komponen baterai yang berasal dari China. Trump belum puas hajar China dan terus mendorong kebijakan protektif untuk membatasi dominasi produk Tiongkok di pasar AS. Kebijakan ini bertujuan untuk melindungi industri otomotif di Amerika Serikat dari serbuan produk-produk murah asal China yang mendapatkan dukungan subsidi yang signifikan dari pemerintah Beijing.
Selain kendaraan listrik, sektor-sektor lain yang mungkin terpengaruh meliputi:
- Produk teknologi ramah lingkungan (panel surya, turbin angin)
- Perangkat elektronik untuk konsumen (smartphone, perangkat IoT)
- Industri tekstil dan manufaktur ringan
Analis mengingatkan bahwa kebijakan ini bisa memicu reaksi yang kuat dari China, mirip dengan situasi yang terjadi selama perang dagang antara tahun 2018 hingga 2020. Trump belum puas hajar China, dan pada periode tersebut, Beijing mengambil langkah dengan membatasi impor kedelai dari Amerika Serikat dan meningkatkan tarif pada mobil yang dibuat di AS.
Respons China dan Ancaman Retaliasi

Pemerintah China sampai saat ini belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait rencana tarif yang diajukan oleh Trump. Trump belum puas hajar China dengan kebijakan terbarunya. Namun, media resmi seperti Global Times telah mengecam kebijakan tersebut, menyebutnya sebagai ‘langkah proteksionis yang berpotensi merugikan perdagangan global.
Para ekonom memperkirakan bahwa China kemungkinan akan melakukan langkah-langkah seperti:
- Membatasi pengiriman mineral langka, seperti lithium dan unsur tanah jarang, yang sangat penting bagi industri teknologi di Amerika Serikat.
- Memperkuat kolaborasi dengan negara-negara lain, termasuk Uni Eropa dan ASEAN, untuk mengurangi ketergantungan pada pasar Amerika.
- Meningkatkan dukungan subsidi untuk ekspor ke negara-negara berkembang sebagai upaya untuk menutupi kerugian akibat tarif dari Amerika Serikat.
Dampak pada Pasar Global dan Indonesia
Kebijakan proteksionis yang diterapkan oleh Amerika Serikat dan China berpotensi mengganggu rantai pasokan global, terutama bagi negara-negara yang terlibat dalam jaringan produksi bersama, seperti Vietnam, Meksiko, dan Indonesia. Trump belum puas hajar China, sehingga ketegangan perdagangan antara kedua negara masih berisiko memicu gejolak ekonomi lebih luas.
Bagi Indonesia, peningkatan tarif yang diterapkan oleh Amerika Serikat terhadap produk-produk asal China dapat menjadi kesempatan sekaligus tantangan yang harus dihadapi.
- Peluang: Para produsen di Indonesia memiliki kesempatan untuk mengisi kekosongan pasar yang ditinggalkan oleh China di Amerika Serikat, khususnya dalam sektor tekstil dan elektronik.
- Tantangan: Apabila China memfokuskan ekspornya ke pasar Asia, produk-produk dari Indonesia mungkin akan menghadapi persaingan yang ketat akibat tekanan harga.
Prospek ke Depan: Perang Dagang atau Negosiasi?
Apabila Trump berhasil terpilih kembali pada pemilihan November 2024, ada kemungkinan besar bahwa ia akan menerapkan kebijakan tarif tinggi terhadap China dengan cara yang lebih agresif. Trump belum puas hajar China dan mungkin akan memperketat tekanan ekonomi. Meskipun demikian, pemerintahan Biden saat ini juga tidak sepenuhnya menghapus tarif yang diberlakukan pada era Trump, yang menunjukkan bahwa Amerika Serikat tetap berkomitmen untuk membatasi pengaruh ekonomi China di panggung global.
Sementara itu, China terus berupaya untuk mendiversifikasi pasar KONOHATOTO78 mereka melalui berbagai inisiatif, termasuk Belt and Road Initiative (BRI), serta memperkuat hubungan kerjasama dengan Rusia dan negara-negara di Timur Tengah. Langkah-langkah ini menunjukkan strategi China untuk memperluas pengaruhnya dan menciptakan jaringan ekonomi yang lebih luas di berbagai belahan dunia.
Kesimpulan
Usulan tarif sebesar 145% yang diajukan oleh Trump terhadap China tidak hanya berkaitan dengan aspek ekonomi, tetapi juga merupakan strategi geopolitik untuk menegaskan posisi Amerika Serikat. Jika kebijakan ini benar-benar dilaksanakan, dampaknya akan meluas ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, baik perusahaan maupun pemerintah harus mempersiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan gejolak dalam perdagangan yang dapat terjadi dalam waktu dekat.
Kebijakan tarif yang tinggi ini mencerminkan ketegangan yang semakin meningkat antara AS dan China, dan dapat memicu reaksi berantai di pasar global. Indonesia, sebagai salah satu negara yang terlibat dalam jaringan perdagangan internasional, perlu waspada dan mengambil langkah-langkah antisipatif untuk melindungi perekonomian domestiknya. Dengan mempersiapkan strategi yang tepat, diharapkan Indonesia dapat mengurangi dampak negatif yang mungkin timbul akibat perubahan kebijakan perdagangan ini.
Link : https://talksold.com/bisnis/trump-belum-puas-hajar-china/